Jumat, 26 November 2010

Perbedaan Yang Unik

Tak pernah kubayangkan bakal ketemu kedua orang ini yang sangat berbeda karakternya. Yang satu suka tidur dan satunya lagi suka makan. Tapi justru dengan perbedaan yang unik itu membuat kita menjadi sahabat saat berkuliah di Fakultas Biologi, UKSW. Persahabatan kami sangat akrab mulai Trimester kedua sekitar tahun 2008, tahun pertama kuliah. Awalnya sulit bagi kami bertiga untuk menjadi teman. Saya merupakan mahasiswa transfer dari FIK sangat tidak disenangi oleh teman-teman seangkatan waktu itu. Saya hanya cuek saja dan tetap bergaul dengan orang-orang yang mau bergaul dengan saya. Teringat sekali awal-awal kuliah merupakan awal yang sulit bagi saya untuk bersosialisasi dengan mereka. Saat mendekat, mereka menjauh dan tak pernah berkomunikasi. Ketidaksenangan mereka saat itu karena gaya saya tidak menunjukkan gaya anak kuliahan Fak.Biologi (cuek, bersepatu kets, kaos) sedangkan gaya saya adalah feminim, sering pake kemeja, ham, rok, kadang ber-jeans dan bersepatu feminim dan kadang memakai sepatu sandal high heels. 
Saya tidak lagi memamerkan gaya untuk mendapatkan perhatian-perhatian dari orang-orang tertentu, tapi karena latar belakang budaya yang berbeda, dimana di daerah saya, mahasiswa berkuliah bergaya seperti saya waktu itu. Itu merupakan hal yang biasa dan sayapun merasa biasa ketika berada disini. Tapi justru karena itu yang membuat teman-teman seangkatanku kurang mau berteman denganku. Hal ini berlangsung cukup lama sampai kurang lebih 1 trimester. Setelah makrab (malam keakraban) Fakultas Biologi, kami mulai saling mengenal, tapi belum dekat. Sampai suatu saat angkatan-angkatan kita terbagi menjadi geng-geng. Kedua sahabat saya ini memiliki sahabat yang satu lagi yang sangat berbeda dengan kami. Mulai dari gaya sampai karakternya. Dan saya hanya sendirian. Suatu saat ketiga orang ini 1 kelompok dengan saya. Rasanya gimana gitu... tapi mau gimana lagi. Saya coba menawarkan pertemanan yang hangat dengan mereka. Mulai dari membawa makan ringan kalo lagi bersama mereka. Alhasil dengan sikapku yang mau mengenal mereka dan tulus untuk bersahabat, kami berempat menjadi sahabat. Fitria dari Banjarmasin (Kalimantan), Tri Kristiani Waruwu dari Nias (Sumatera), Teodora Gloria Destiananda dari Bandung dan sekarang berdomisili di Ungaran (Jawa) dan saya, Jily Gavrila Sompie dari Manado (Sulawesi). Teo sangat cool banget, cewek yang tomboi yang tidak pernah mau pake rok.
Ini salah satu foto kita berempat yang sudah lama tersimpan dalam drive laptopku... Masih cupu banget, tahun pertama kuliah. Rambut saya masih pendek dan baru sekali itu saya berambut pendek. Persahabatan diantara kita tidak berlangsung cukup lama sampai tahun 2009 sekitar bulan Februari saya mulai jarang berkumpul dengan mereka. Sikap mereka mulai dingin seperti dulu. Tapi tak membuatku down lagi karena teman-teman seangkatan sudah menerimaku sepenuhnya dan membuka persahabatan seperti teman-teman yang lain. Hal tersebut dibuktikan dengan kebersamaan kita dalam Vocal Group Passiflora 2008. Kisah persahabatan yang cukup unik. Lama kelamaan saya mulai akrab dengan Yusti, panggilan akrabnya Yustiwati Angubima dari Sumba. Kami sangat lama bersahabat baik malah sampai sekarang. Intesitas kami sangat sering, pernah saya menginap dikostnya berminggu-minggu. Begitupun dengan dia.




Ini foto kami di kostnya Yusti. Saat itu kami sedang membuat puding, menu andalan kami berdua. Orangnya sangat unik dan memiliki jiwa yang kuat. Di hari-harinya yang sudah divonis suatu penyakit parah dia tetap semangat menjalani hidunya. Saya sangat terinspirasi sekali dengan semangat hidup dan pola-pola pikirnya yang sangat brilian. Saya banyak belajar tentang suatu kehidupan darinya yang membuat saya lebih dewasa dan lebih tidak egois dengan hidupku. Wanita yang penuh karisma ini sangat suka dengan serangga sehingga tak heran di kamarnya ada pernak pernik serangga. Selain serangga, dia juga pecinta bunga dan suka membaca buku-buku yang memiliki nilai sosial, moral, biologi dan psikologi. Intensitas kami bertemu menjadi sangat kurang ketika dia beraktivitas sebagai mahasiswa pasif. Tetapi status mahasiswa baginya tak menjadi masalah sehingga tak membuat persahabatan kami meredup ataupun harus putus ditengah jalan. Sampai sekarang kami masih bersms dengan menggunakan panggilan sayang. Boneka teddy bear yang dihadiakannya saat saya masuk rumah sakit, selalu menemani saya dan mengingatkan saya dengan sahabat saya ini. 
Ketika hari-hari saya dengan Yusti mulai berkurang, saya aktif di organisasi Mahasiswa aras Fakultas dan kebetulan Ketua Semanya adalah Fitri. Kami bereempat mendapat posisi sebagai Pimpinan. Saya sangat berharap kami boleh bersama lagi. Tapi kenyataan berbicara lain. Sewaktu di organisasi ini, kami malah terpisah. Yang bertahan hanya Fitri, Tri dan saya. Sewaktu kami mengalami masalah tersulit di aras Fakultas, hanya kami bertiga yang saling menguatkan satu dengan yang lain. Seminimal mungkin tidak ego satu dengan yang lain. Saling mengalah dan terbuka merupakan sikap yang selalu kami lakukan. Sampai suatu saat Fitri harus masuk rumah sakit dan kami berdua ditemani saudara saya membawa Fitri ke RS. Kami berdua sangat panik dan malam itu saya dan Tri lah yang nginap menjaga Fitri saat di RS. Malam itu kami begadang nyambi laporan akhir untuk penelitian kami. Disaat-saat fakultas lagi mengalami masalah dengan kami maupun dengan atasan, Fitri sangat tertekan dan harus dirawat d RS. Hal ini tidak membuat saya dan Tri menjadi down, tetapi kami tetap bersemangat untuk membantu Fitri cepat pulih. Sampai Fitri sembuh, liburan untuk Semester pengayaan pun tiba. Kami sepakat untuk libur bersama karena bingung dengan sistem perkuliahan yang baru. Kami memilih untuk beristirahat dan refreshing dengan masalah-masalah semester yang baru lewat.
Saat liburan ini, saya malah sakit dan harus dirawat di RS. Singkat cerita, setelah kesembuhan saya, saya balik manado untuk berisitirahat. Hubungan komunikasi kami tetap masih berjalan dengan lancar. Untuk semester ini kami mengambil matakuliah yang sama. Dan yang membuat kami lebih dekat dan erat persahabatannya saat kami masuk Organisasi Mahasiswa aras Universitas. Dengan warna warni yang ada, segala permasalahan yang kami hadapi tidak membuat persahabatan kami menjadi renggang, mungkin kalau ada masalah 1 hari atau 2 hari saling diam, tapi tetap diantara kami ada yang menjadi penetral dan mencoba menyelesaikan masalah kami. Perbedaan karakter kami, dimana satunya suka makan, suka tidur dimana saja dengan posisi apa saja dan satunya suka ngobrol membuat persahabatan kami menjadi lebih erat. Suka duka yang sudah pernah kami alami bersama selalu mengingatkan kami saat diantara kami lagi ada masalah. Perbedaan yang unik itulah yang membuat kami bersatu...^^

Kamis, 25 November 2010

Khasiat Secangkir Cappucino

Menurut Tolopedia, Cappucino adalah kopi yang dibuat oleh orang Indonesia yang dibawa oleh George Walker Bush setelah membeli kopi di warung seberang. Kopi ini dicampur dengan alkohol sehingga peminumnya seperti habis minum minuman bersoda.
Mulai dari anak kecil sampai orang dewasa banyak yang menggemari minuman ini, apalagi diminum dengan berbagai situasi. Ada yang dibuat iced ataupun hot. Apalagi untuk kalangan anak muda, Cappucino diminum saat sedang menikmati keromantisan, patah hati maupun stress. Beberapa orang percaya bahwa ketika mengkonsumsi secangkir Cappucino, pikiran terasa rilex dan membuat mood seseorang menjadi lebih baik. Saya pun tertarik untuk mencoba apa yang dipercaya orang-orang tersebut.
Dulu saya adalah orang yang tidak suka dengan kopi, tetapi karena berteman dengan orang-orang yang penggemar kopi, sayapun ikut tertarik. Saya mulai dengan minum coffeemix dan Cappucino. Suatu saat, mood saya lagi tidak bagus dan membuat saya bad mood. Mau curhat keteman, tapi temen lagi happy dan saya tidak mau mengganngu kenyamanan teman-temanku. Saya memilih untuk berpisah dengan mereka dan berdamai dengan mood. Terlintas dalam benakku untuk mencoba opini orang-orang tentang Cappucino. Berjalan menikmati kesendirian di tengah keramaian, mampirlah saya di Kopi Bakar, tempat teman-teman saya nongkrong. Kebetulan saya kenal baik dengan pemilik kafe tersebut dan karyawannya. 
Tanpa berlama-lama saya memesan secangkir cappucino hangat. Hmmm,,, termenung sesaat membayangkan kejadian barusan yang sangat mengganggu mood, tapi membuat saya mencoba khasiat Cappucino yang hangat. Beberapa menit kemudian, "Mbak, ini Cappucino-nya, koq malah melamun toch?" Temen saya yang bekerja sebagai karyawan di kafe itu menyapa saya dan menyguhkan secangkir cappucino hangat. Wuahhh,,,  satu tegukan cappucino sedikit membuatku nyaman dan pengen mencoba lagi. Berbeda dengan pengunjung lain saat itu, saya hanya duduk seorang diri dan menikmati cappucino. Beberapa orang melihat kesendirian saya dan mungkin hanya bisa tersenyum melihat saya seakan meratapi nasib. Keadaan kafe yang begitu ramai membuat saya tetap cuek dengan ditemani "si manis" cappucino. Alhasil, saya menghabiskan secangkir cappucino hangat dan perlahan-lahan mood saya mulai berubah. Saat itulah saya bisa merasakan khasiat dari secangkir cappucino yang bisa merubah mood seseorang. Ketika saya bertemu dengan situasi dan kondisi yang mengganggu mood saya, teringat tentang khasiat cappucino hangat di Kafe Kopi Bakar yang bisa merubah mood saya. Selamat Mencoba...^^

Rabu, 24 November 2010

Perempuan Minahasa di Era Globalisasi

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Setiap budaya di Indonesia memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing sehingga memberikan pengaruh yang berbeda bagi perilku masing-masing orang. Seiring perkembangan zaman, budaya dari masing-masing daerah mulai mengikuti tren-tren sekarang, khususnya Perkembangan budaya kaum perempuan Minahasa dalam globalisasi.

1.      Minahasa Dalam Konteks Global

Syair lagu daerah:

Oh Minahasa Kinatouanku
Sela rimae unateku
Meilek ung kewangunan nu

Ngaran nu kendis wia Nusantara
Nuun Cingkeh Pala wo Kopra
Mateles malolowa

Ranu Tondano depo wo numamu
Terbur Lokon Soputan mawes ung wangunu
Ohh.. Kinatouanku Minahasa
Sawisa mendo endo lea‚âtos
Palea‚âtosan nematuari

Arti lagu:

Oh Minahasa tempat lahirku
sungguh bangga rasa hatiku
memandang keidahanmu

Namamu masyur d Nusantara
Karna Cengkih, Pala dan Kopra
Agungkan pasaran dunia

Danau Tondano dan Sawah ladangmu
Asap lokon dan soputan menghias alammu
Oh tempat lahirku Minahasa,
aku rindu setiap masa
aman damai dan sentosa


Lagu ini cukup popular di kalangan Tou Minahasa. Di acara-acara kebudayaan Minahasa, lagu ini pasti akan didendangkan. Bukan hanya karena popularitasnya, melainkan terlebih lagu ini bagi Tou Minahasa yang mendengarnya pasti akan mengingatkan dia terhadap Tanahnya, Minahasa. Masing-masing suku di Minahasa, seperti Tombulu, Tonsea, Toutemboan, Toulour, dan lain-lain memilik syair sendiri yang disesuaikan dengan bahasa masing-masing.
"Oh, Minahasa", Kita sungguh terpesona dengan tanah ini. Kita lahir di sini, terikat dengan keindahan tanah ini. Banyak yang bisa bersekolah sampai menggapai jabatan tinggi karena tanah ini telah memberi hasil. Harga cengkih, kopra memang sering dikeluhkan karena permainan pasar. Tapi, menyebut dua komoditi ini dalam rangkaian keterpesonaan sebenarnya mengungkap bahwa Tanah ini memang kaya. Pala, memang tinggal dalam lagu. Sekarang telah bertambah vanili. Beberapa masih mempertahankan kopi di lahannya. Padi, pohon enau, dan kekayaan hutan serta lautnya, juga telah memberi hidup bagi Tou Minahasa. Tanah ini memang subur. Gunung-gunung yang menjulang tinggi ke langit seperti Lokon, Soputan, Mahawu, dan Kalabat bukan hanya telah memberi keindahan bagi negeri ini, melainkan juga telah ikut menyuburkan tanah dengan vulkanik yang dihasilkannya. Asap Lokon dan soputan menghiasi alammu, secara simbolik menggambarkan keindahan dan kesuburan tanah ini.
Tou Minahasa, siapa dia, siapa mereka? Tentu pendapat umum akan berkata, Tou Minahasa adalah mereka-mereka yang merupakan keturunan Lumimuut-Toar sebagai nenek moyang orang Minahasa. Di Watu Pinawetengan, para keturunannya dulu telah berbicara dan bersepakat untuk membagi tanah ini sebagai tempat tinggal. Tapi, zaman terus menjalankan kodratnya. Peradaban ini tak pernah berhenti di zaman lampau itu. Sehingga, Tou Minahasa untuk sedikit orang tak lagi memahaminya hanya dalam kaitan dengan ikatan geneologis saja. Tou Minahasa, kini dipahami siapa saja dia atau siapapun mereka yang telah terikat secara historis, politik, sosial, ekonomi dan komitmen dengan Tanah ini. Dia atau mereka itu adalah Tou Minahasa. Inilah interpretasi yang menunjukkan keterbukaan Tou Minahasa terhadap proses hidup yang dinamis. Maka, siapapun dia yang lahir atau mau hidup dan mati di tanah ini, dialah Tou Minahasa yang mestinya menyanyikan lagu ini dengan penuh rasa bangga (Pinontoan, 2010).
O...tempat lahirku Minahasa, Aku rindu setiap masa. Kerinduan kita, tou Minahasa baik yang masih tetap setia berpijak di tanah ini, maupun yang telah terserak (sumerar) di seluruh jagad ini adalah kepada keindahan, kesuburan dan kehidupan di Tanah ini. Sebab tanah ini adalah akar identitas kita. Zaman boleh berubah, simbol-simbol peradaban boleh boleh berganti, namun tanah ini adalah kekal sepanjang masa. Setidaknya, begitu janji kita di dalam hati. Maka, janji, karya, pemikiran dan segala gerak hidup ini adalah untuk kelestarian hidup Tanah ini. Kebudayaan Minahasa, sebagaimana makna hakiki dari kebudayaan, adalah soal kehidupan itu sendiri, kehidupan manusia dan alam sebagai tempat berpijaknya. Kehidupan yang optimis di masa depan, tentu bukan kehidupan tanpa sejarah, tanpa nilai budaya atau tanpa identitas. Kehidupan hari ini, adalah untuk kehidupan yang menjanjikan kesejahteraan di masa depan yang dapat diperolah karena setia mewarisi nilai-nilai hidup para leluluhur di masa silam. Sebab, budaya adalah dinamis, Minahasa juga demikian. Maka, menjadi orang Minahasa yang berbudaya Minahasa, adalah juga menjadi orang yang dinamis, berpikiran maju, berani menantang dan memberi isi terhadap perubahan, dan juga orang yang terbuka dan memahami kehidupan sebagai milik bersama. Maka, dari rupa-rupa kelebihan (dan juga kekurangan), macam-macam bentuk pemikiran dan karya, mestinya mengarah ke visi bersama, yaitu Tanah Minahasa yang lestari, karena dinamis dan setiap pada panggilan kehidupan bersama (Pinontoan, 2010).
Minahasa terdapat di provinsi Sulawesi Utara (SULUT) sebelah timur Indonesia dengan ibu kotanya manado. Sampai saat ini Minahasa terbagi dalam 7 kabupaten/kota yakni: Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Induk (Tondano), Tomohon, Manado, Minahasa Tenggara, dan Bitung (agustin).  Bentang alam atau sanjana (sejauh mata memandang) wilayah Minahasa berupa hutan, rawa, danau, perkampungan dan perkotaan, Gunung-gunung dan pegunungan yang terkenal antara lain Kelabat, Dua Saudara, Lokon, Masarang, Tampusu, Manimporak, Soputan, Lolombulan, Lengkoan, dan pegunungan Lembean, serta pegunungan Wulur Mahatus. Selanjutnya sungai-sungai yang mengalir di wilayah Minahasa antara lain Tondano, Ranoyapo, Ranoako dan Piogor. Sungai-sungai ini di antaranya bermuara dibeberapa danau seperti Tondano, Tombalu, Moat, dan Linow. Letak negeri Minahasa secara astronomis antara 1014’ – 1056’ LU dan 124042 –124013’ BT.  Kabupaten Minahasa berbatasan dengan Laut Sulawesi di sebelah utara, Laut Maluku dan Teluk Tomini di sebelah timur, Teluk Tomini di sebelah selatan, dan Kabupaten BolaangMangondow di sebelah barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Minahasa berbatasan dengan perairan.
Kata Minahasa berasal dari kata ‘Mah-Esa’ artinya bersatu atau minahasa yang artinya menjadi satu. Pada zaman dahulu kala minahasa dikenal dengan sebutan Malesung. Tahun 650 M, minahasa terbagi menjadi Tonsea (Timur laut), Tombulu (utara), Tolour (Timur), dan Tombasian (Selatan). Dengan bertambahnya penduduk pada abad ke-15, telah tercatat adanya suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (Geru, 1999). Penduduk Minahasa, terutama di pedesaan, umumnya mereka hidup bercocok tanam di ladang (uma atau kobong kering). Tanaman pokok di ladang jagung yang kadang diselingi padi ladang. Sementara itu di lokasi tertentu seperti di sekitar Danau Tondano, Pineleng, Tumpaan, dan Dimembe, penduduk menaman padi di sawah. Sistem bercocok tanam di ladang (uma atau kobong kering) ada yang ditanami beberapa kali dan ada yang menetap, yang hanya bisa ditanami beberapa kali biasanya berada dilereng-lereng bukit atau gunung. Sementara itu tanah yang ditanami secara menetap biasanya tanah datar yang tidak banyak terkena erosi sehingga kesuburannya terjaga. Mata pencaharian lain penduduk Minahasa adalah berprofesi sebagai tibo-tibo (pedagang kecil). Mereka menjual aneka bumbu dapur, sayuran, buah-buahan, ikan, dan keperluan dapur lain. Batibo (pekerjaan berdagang) biasanya dilakukan kaum perempuan, sedangkan kaum laki-lakinya ada yang bekerja sebagai bas (tukang) dengan keahlian masing¬masing seperti bas kayu, bas mesel (tukang batu). Profesi lainnya adalah buruh tani, sopir, dan kusir bendi. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir dan sekitar Danau Tondano bermatapencaharian menangkap ikan.
Minahasa, Tou dan Tanah Adatnya, ternyata tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang statis. Ia dinamis menantang dan merespon zaman. Telah banyak fase zaman yang ia lalui. Zaman kunonya, yang oleh bangsa Barat sebut sebagai bangsa alifuru, telah meninggalkan identitas ke-Minahasa-an dalam ke-Indonesia-an. Meski, banyak di antaranya yang kini tinggal spirit serta situs-situs peradaban, misalnya waruga, rumah panggung, juga keseniannya, maengket, cakalele, mazani dan musik bambu. Spiritnya, yaitu egaliter, demokratis dan mapalus. Mulai kapan hal-hal itu menjadi ciri Minahasa, kita tidak tahu.  Fase zaman yang kemudian adalah ketika kekristenan dan peradaban Barat masuk dalam waktu yang bersamaan. Di satu pihak, perjumpaan antara ke-Minahasa-an dan kekristenan yang kebarat-baratan itu telah membawa sejumlah kemajuan, misalnya melalui dibangunya sekolah-sekolah untuk Tou Minahasa juga sejumlah nilai kekristenan yang membawa banyak pengaruh positif bagi kehidupan Tou Minahasa (Pasini, 2007)[1].
Sebagai sebuah bangsa, Minahasa dengan kerelaannya juga karena kesamaan nasib dengan bangsa-bangsa lain di Nusantara, akhirnya telah turut memberikan kontribusi yang luar biasa besarnya bagi lahirnya sebuah negara berdaulat yang bernama Indonesia. Dan sejak Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan sebagai dasar hukum di Indonesia, Minahasa akhirnya menjadi bagian dari negara Indonesia yang siap tunduk dan mengikuti segala aturan, hukum dan perundang-undangan Indonesia. Jika demikian, mestinya Minahasa, tidak harus dinilai kurang sahnya sebagai pemilik negara ini dibanding bangsa-bangsa yang lain. Paham kebangsaan Minahasa terhadap ke-Indonesia-an harus dilihat sebagai bentuk pengabdian Tou dan Tanah Adatnya terhadap Negara Indonesia dengan syarat bahwa Minahasa mempunyai identitasnya sendiri yang tidak harus dicampur baur dengan bangsa yang lain di Indonesia. Prinsip Bhineka Tunggal Ika, bahkan ikut mensahkan syarat itu. Sehingga mestinya, negara ini juga harus mempertimbangkan itu dalam menjalankan sistem pemerintahannya, khususnya soal bagaimana memberlakukan desentralisasi kekuasaan (Pasini, 2007)[2].

2.      Budaya Asli Perempuan Minahasa
Suatu Budaya dalam kegiatan pertanian, penduduk Minahasa mengenal beberapa upacara kaipian atau disebut juga peanan yang artinya mencicipi. Upacara ini dilakukan sebelum panen. Upacara lainnya adalah pungutan, berasal dari kata pungut yang berarti mengambil suatu yang ada di tanah, terkadang juga upacara ini disebut pertengahan. Pada masa lalu ungkapan syukur yang ditujukan kepada Opo Wailan atau Opo Wana Kakenturan yakni Dewa yang bertahta di atas. Setelah masuk agama Kristen nama upacara ini lebih sering disebut "pengucapan syukur". Upacara ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh. Berkaitan dengan semangat gotong — royong tersebut, orang Minahasa mengenal istilah mapalus, sebagai suatu sistem kerja sama berdasar pada tolong menolong antar sejumlah orang atau antar kelompok untuk kepentingan bersama. Mapalus yang merupakan penjabaran dari falsafah Sitou Timou Tomou Tou ialah suatu aktivitas kehidupan masyarakat dengan sifat gorong royong (kerja-sama) yang sudah melekat pada setiap insan putra-putri masyarakat suku Minahasa. Kata dasar Mapalus ialah palus yang antara lain artinya menuangkan dan mengerahkan, sehingga Mapalus mengandung makna suatu sikap dan tindakan yang didasarkan pada kesadaran akan keharusan untuk beraktivitas dengan menghimpun (mempersatukan) daya (kekuatan dan kepandaian) setiap personil masyarakat untuk memperoleh suatu hasil yang optimal sesuai tujuan yang telah disepakati sebelumnya (Sumual, 1995). Dalam budaya mapalus inipun perempuan turut serta dalam pelaksanaannya. Biasanya perempuan yang banyak mempersiapkan acaranya. Mulai dari memasak bersama untuk makan bersama samapi pada acara penutupan. Apalagi mapalus untuk acara perkawinan, pemakaman maupun acara-acara lainnya yang dihadiri oleh banyak orang (Anonim1, 2010).
Bagi orang minahasa, perempuan  sangat dihormati dan dihargai. Dilahirkan menjadi seorang perempuan Minahasa, memberikan salah satu kebanggaan tersendiri. Sejak dulu, Perempuan sudah menjadi pemimpin bagi sesama, tulang punggung keluarga. Bisa dikatakan perempuan Minahasa menjadi penentu bagi suatu kehidupan. Begitu pentingnya peran perempuan bagi Etnis Minahasa sampai perempuan selalu dijaga dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Seperti biasanya, Perempuan Minahasa juga tetap melakukan perkerjaan rumah tangga layaknya pekerjaan seorang ibu. Hal ini menjadi suatu tanggung jawab dan bahkan bagi sekelompok orang menjadi suatu beban bagi seorang perempuan. Sebagai penentu kehidupan, Perempuan harus bisa mempertahankan identitasnya dan bertanggung jawab dengan segala apa yang dilakukan. Ada suatu pepatah yang mengatakan bahwa “biar lei skolah tinggi-tinggi, kalo namanya perempuan tetap maso dapur”. Pepatah tersebut bukan untuk menyepelehkan kaum perempuan, tetapi malah memberikan suatu konsistensi diri, dan memperkuat bahwa perempuan sebagai penentu suatu kehidupan (Geru, 1999).
Dalam adat Minahasa halnya perkawinan, Perempuan mempunyai kedudukan yang tinggi, berpengaruh dan terhormat. Dalam bahasa tombulu, perempuan memiliki nama:
-          Tetendean: Tempat bersandar / tempat bergantung
-          Kasende: teman makan, sederajat, sama
-          Si Esa: belahan sebelah, teman hidup/ bersatu
-          karia: Teman bekerja / teman hidup
Bukan hanya dalam hal perkawinan, upacara adat pun Perempuan menjadi pemimpin (kapel). Peran perempuan dalam kehidupan keluarga pun sangat menentukan dalam pengambilan keputusan, dalam sopan santun berjalan perempuan selalu berada di depan (Geru, 1999).

3.      Pengaruh Globalisasi terhadap perempuan minahasa dalam berbagai Aspek
Menurut Malcom (2001), globalisasi adalah sebuah proses, baik secara geografi, ekonomi dan poliitk saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Konsep Walters menekankan bahwa konsep dari globalisasi ini adalah merupakan perluasan budaya Barat.
Globalisasi dapat mempengaruhi perkembangan budaya dari budaya asli menjadi budaya kontemporer. Budaya kontemporer ialah budaya pada masa kini. Budaya kontemporer sangat ditentukan oleh banyak faktor, seperti latar belakang budaya pada masa lalu dan budaya dari luar pada masa kini. Status dan peran kaum perempuan Minahasa dalam pola pikir dan pola tindak masa kini pada satu pihak, merupakan pengukuhan dan transformasi atas budaya tua/asli apalagi dengan program dan pelatihan/studi gender dan teologi feminis, dan pada pihak lain mengalami distorsi karena paham demokrasi yang salah kaprah, budaya kekerasan dan lupa identitas.  Peranan wanita dalam konteks kondisi perkembangan masyarakat lalu maupun masa kini merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari perubahan kebudayaan Minahasa dalam ‘Wanita Minahasa” (Kapahang, 2005).
Dengan pengaruh globalisasi, banyak keluarga muda sekarang ini yang lebih terbuka pada kebersamaan dalam hal menatalayanan rumah tangganya, mengasuh dan mendidik anak. Pekerjaan istri bukan seperti tukang cuci dsb, layaknya seorang pembanu rumah tangga tetapi sebagai penentu kehidupan keluarga dimana suami istri merupakan dua insan yang saling mencintai dan saling memberdayakan. Dalam aspek pendidikan juga, Perempuan dapat berkarya sesuai dengan kemampuannya. Beberapa karya tulis sudah dihasilkan oleh perempuan-perempuan minahasa yang cendekiawan. Hal ini sudah berlangsung sejak dulu dan tetap berlaku sampai sekarang. Karya tulis ini menjadi cerminan akan kualitas perempuan Minahasa di berbagai bidang pada umumnya dan khususnya dalam mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Hal ini merupakan salah satu untuk mempengaruhi dan membangun paham dan prilaku hidup masyarakat dalam konteks social budayanya melalui karya tulis (Kapahang, 2005).
Keterlibatan kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan untuk sekarang ini, masih tergolong sedikit, namun dari segi kualitas perempuan patut dibanggakan. Keterlibatan kaum perempuan di bidang ini sudah dirintis oleh Netty Waroh (Ny. Wenas), seorang guru pada Hollands Inlandse School (HIS) berhasil menjadi anggota Dewan Kotamadya Manado yang kemudian diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad). Dibidang pemerintahan, Tinneke Waworuntu Kandow sebagai perempuan pertama yang diangkat menjadi Walikota Manado (1950-1952). Bahkan jauh sebelumnya oleh Maria Walanda Maramis (1872-1924) yang mendapat penghargaan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional pada 20 Mei 1969. Aspek perekonomian daerah Minahasa turut ditentukan juga oleh banyak perempuan yang bukan sekedar “pencari nafkah tambahan” melainkan sungguh-sungguh mencari nafkah di dalam pengelolaan sumber daya dan dana masyarakat. Selain itu, banyak Perempuan yang menempuh studi teologi sehingga tak heran di berbagai gereja pemimpinnya adalah perempuan (Geru, 1999).
Perempuan sangat berperan sekali dalam memberantas korupsi. Hal itu diungkapkan Deputi Rektor Universitas Paramadina, Wijayanto dalam dialog Membangun Karakter Bangsa yang Anti-Korupsi di Unversitas Paramadina, Jakarta hari ini. Menurutnya, peran perempuan sebagai ibu merupakan guru dan teladan pertama bagi anak-anaknya. Wijayanto menambahkan, saat ini sebaiknya ada pelajaran khusus mengenai korupsi. Dijelaskan, pembelajaran sejak dini bagi anak-anak sangat berpengaruh membangun karakter bangsa. Sementara itu, Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang Fungsional dan Pendidikan Masyarakat, Asep Saefulloh mengatakan, ada sembilan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam membangun karakter bangsa. Sembilan hal itu diantaranya, Kejujuran, Tanggung Jawab, Sederhana, Mandiri, Peduli, dan Kerja Keras. Karakter pertama untuk membangun sebuah bangsa yang anti korupsi, semua orang yang ada di Indonesia ini, memiliki yang disebut dengan kejujuran, tanggung jawab, adil, sederhana, mandiri, peduli, dan kerja keras. Itu beberapa nilai-nilai yang kita bangun supaya bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang anti korupsi”. Dikatakan, terkait dengan peran perempuan dalam memberantas korupsi, Asep Saefulloh mengatakan, meski jumlah staf wanita di KPK belum banyak, namun kaum hawa merupakan tonggak pendidik utama dalam membangun karakter seseorang (Mungky, 2009).
Walikota Jakarta Pusat, Sylviana Murni mengatakan, pembentukan karakter seseorang sangat dipengaruhi dari pendidikan dalam keluarga. Sylviana menambahkan, regulasi dan religi sangat berpengaruh dalam pendidikan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian dari Bank Dunia pada tahun 1999, jumlah wanita di parlemen sangat berpengaruh dalam indeks angka korupsi. Dengan semakin banyaknya wanita di dalam pemerintahan, maka jumlah korupsi dapat ditekan (Mungky, 2009). Hal-hal inilah yang memungkinkan Perempuan Minahasa berkompetisi dalam bidang kepemerintahan (Mungky, 2009).


Daftar Pustaka
Geru, H. 1999. Pemberdayaan Perempuan Sulawesi Utara. Tomohon: LETAK
Kapahang, A. 2005. Perempuan dalam Budaya Minahasa. Jakarta: Meridian
Malcom, W. 2001. Globalization. Routledge London & New York
Mungky. 2010. Peran Perempuan dalam Pemberantasan Korupsi. (http://id.voi.co.id/tentang-kami.html)
Pinontoan, D. 2010. Oh Minahasa. (http:///ANTARA/berita/13362/oh-minahasa)


[1] Tulisan ini pernah dipubliksikan pada Harian Komentar 14 September 2006 dan menjadi salah satu artikel dalam Denni Pinontoan, “Minahasa dalam Indonesia”, (Tomohon: Pasini, 2007)
[2] Idem

Berharap Pada KetidakPastian

Mengenalmu merupakan hal yang terindah yang pernah Tuhan berikan dalam hidupku. Berawal dengan persahabatan kemudian memberikan emosi yang berbeda dalam setiap hari-hari yang kita jalani. Tanpa mengapa, hal itu mewarnai setiap jalan hidup yang kulewati. Melewati hari-hari bersamamu terasa sangat berharga sehingga kadang harus dibayarkan dengan tetesan air mata. Semula, note ini tidak akancada, sampai suatu saat kusadari aku tak bisa memilikimu sehingga hati ini tak sengaja tergerak untuk mengabadikan setiap moment yang pernah kulewati bersamamu dengan seberkas tulisan yang mungkin tak berarti bagimu.
Lagi-lagi pengorbanan dan kerelaan menjadi sasaran yang paling pasti dalam note ini. Menjadi seorang yang merelakan dan berkorban sangatlah sulit, tetapi ketika kita bercerita dengan setiap ketikan note ini, mungkin dapat menjadi berarti dan lebih berharga daripada setiap tetesan yang selalu membasahi pipi tanpa alasan yang jelas. Pilihan selalu terbayang-bayang yang selalu berteriak untuk dipilih. sampai kapan persaan ini tak menentu?? ketidakjelasan sikap menjadi pembunuh berdarah dingi yang selalu menghantuiku.
Setiap aku memikirkanmu, ketakutan kehilanganmu sangatlah besar sampai suatu titik, air mataku terus berlinang, dan tembok menjadi tujuan pandang mata yang tak kuasa lagi menahan air mata. Semuanya mungkin hanya sebats mimpi. mimpi yang terlalu indah untuk dimimpikan. Mimpi indah ini mungkin segera berakhir. Ku hanya bisa berteriak dalam hati sementara hati ini mungkin tak ingin diteriaki.
Berjalan bersama, belajar bersama, duduk bersama, makan bersama dan melakukan aktivitas bersama seakan membunuhku perlahan-lahan. Sampai kapan aku dieutanesia oleh perasaanku dan kondisi yang seperti ini? Memilih dirimu dan mereka merupakan hal yang tersulit bagai memilih bagian dari tubuh ini. masing-masing memiliki fungsi masing-masing. Berharap kau merasakan hal yang sama merupakan hal yang terbodoh yang pernah aku bayangkan. harapan itu memang mungkin tak akan pernah terjadi. Ketidaksabaran selalu menjadi tudingan terakhir sisi positif. Aku sangat takut kehilangan setiap pandangan matamu. bahkan saat kau tak ada, perasaan ini berkelana tak menentu. Takut semuanya berakhir dengan ketidakenakan dan jaga jarak dalam hubungan ini. Menjadi sangat takut bila tak bisa merasakan moment indah seperti dulu. Apakah ini merupakan suatu permainan dalam perasaan? tak bisa ditebak juga. Menerka-nerka dan menanti-nantikan apa yang terjadi menjadi hal yang paling mendebar-debarkan hati ini. Biarlah waktu yang menguji dan jawaban itu datang pada waktunya.

Menentukan Pilihan atau Pilihan Yang Menentukan

Berjalan tanpa tujuan membuat kaki-kaki ini terasa pegal. Tak cukup waktu hanya untuk memahami dan terus memahami tanpa melakukan apa yang dipahami. Belajar mengaplikasikan awalnya susah unutk dijalani, tetapi seiring waktu berjalan, susah senang itu adalah hal yang biasa. Belajar dari orang lain merupakan hal yang tak merugikan keduanya, bisa dikatakan bersimbiosis mutualisme. Setiap membangun relasi dengan orang lain, salah satu hal yang menarik adalah memahami orang tersebut dari cara dia berkomunikasi atau bersosialisasi dengan orang lain. Kadang, ada orang yang sukses hanya dengan belajar dari orang lain. Tapi ada tidak orang yang sukses tanpa relasi dengan orang lain. So, betapa pentingnya suatu relasi dalam kehidupan ini. 
 Sampai suatu saat beremu dengan orang mungkin tidak terlalu membutuhkan orang lain. Merasa paling bisa dan paling tahu banyak hal. Merasa diri paling ok dan merasa diri paling dibutuhkan. Sebenarnya apa yang ingin didapatkan orang ini?, semakin saya mengenalnya semakin saya tahu apa yang orang ini inginkan dalam hidupnya.Kebanggaan, kekaguman dan pujian sangat menghidupi kehidupan orang ini. Entah apa arti sahabat baginya. Dalam hari-harinya sangat jarang dia berjalan dengan seseorang yang bisa berbagi dengannya. Apalagi kalau kita berbicara seseorang yang akan mendampingi hidupnya alias Pasangan Hidup. Beberapa kriteria bakal muncul dan membuat orang terkagum-kagum. Pria pun dah minder duluan mendekatinya. Tapi ada juga pria yang sampe nembak dia.
Sampai suatu titik, dia memilih untuk menentukan pilihannya dan ternyata dia membutuhkan orang lain. Pilihan yang diambil memang sulit, tapi tetap dijalani saja dengan kecuekan dia. Menentukan pilihan bagi sebagian orang merupakan hal yang tersulit tapi ketika pilihan itu sudah ditentukan, hanya sebagian orang yang bisa bertanggung jawab dengan pilihannya itu. Bisa dikatakan, pilihan juga bakal menentukan langkah selanjutnya yang akan kita pilih menjadi suatu pilihan-pilihan ketika pilihan itu sudah pilih....

Selasa, 23 November 2010

Barak Pengungsian Bagai Restaurant Tanpa Menu



Gunung merapi merupakan salah satu gunung berapi yang aktif di Indonesia. Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten. Status kegiatan Gunung Merapi ditingkatkan dari Normal menjadi Waspada pada tanggal 20 September 2010, ditingkatkan menjadi Siaga pada 21 Oktober 2010 dan menjadi Awas, terhitung sejak 25 Oktober 2010. Mencapai puncaknya pada tanggal 26 Oktober 2010 ketika  Merapi meletus. Daerah-daerah sekitar berubah menjadi kampung lumpur akibat semburan material gunung berapi berupa lahar, pasir, debu dan gas belerang. Letusan Merapi berakibat semburan awan panas, yang merupakan kumpulan material berupa debu yang bersuhu hingga 7000celcius dengan kecepatan laju mencapai 100km/jam. Aliran Piroklastik (awan panas) ini pun menelan korban jiwa yang tidak sempat menyelamatkan diri, kebanyakan bermukim tidak jauh dari kaki Merapi. Hujan debu tidak hanya mengguyur kawasan lereng-lereng Merapi, debupun  mencapai kawasan Kaliurang, Sleman hingga daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Sekitar tiga kecamatan di lereng Merapi di kawasan kabupaten Sleman harus dikosongkan. Beberapa daerah menjadi lokasi pengungsian warga seperti beberapa kampus Jogja, Muntilan dan Magelang kota. 

Material Letusan Merapi Mengalir ke Kaliurang
Gunung Merapi telah bererupsi dengan sifat erupsi elusif (aliran) dan bukan eksplosif. Aliran material yang berasal dari gunung berapi itu merupakan bukti letusan. Material letusan mengalir ke selatan Merapi. Karena berdasarkan pengalaman letusan Merapi sebelumnya menyamping dan tidak menyembur ke atas. Kepala Bidang Gempa Bumi dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMG) I Gede Swantika kepada detik.com, Selasa (26/10/2010) pukul 19.30 WIB. Gede mengatakan, semburan material Merapi diperkirakan mengarah ke selatan, tepatnya ke arah Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Bukti letusan ditandai dengan menggumpalnya awan panas atau wedhus gembel yang membawa material pasir panas
Fenomena letusan gunung Merapi sudah menjadi tidak asing. Merapi merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Bila terjadi letusan, warga di sekitar lereng gunung dengan radius titik rawan tertentu dievakuasi ke tempat aman. Namun, warga biasanya enggan untuk dievakuasi dengan alasan hidup mati mereka di Merapi, terlebih bagi para lanjut usia yang telah merasa “sejiwa” dengan Merapi. Warga yang hidup di sekitar Merapi memang sudah memahami bahwa Merapi bisa kapan saja bergejolak namun ada saja alasan untuk tidak beranjak. Merapi mengalami siklus erupsi dalam rentang tahun tertentu, sempat tercatat pada tahun 1930  menyebabkan hancurnya kubah lava dan munculnya awan panas hingga radius 13 kilometer. Belum lagi letusan yang terjadi dalam kurun waktu 1872, 1870, 1984, 1992  dan 1994. Tercatat pada tahun 1872 menyebabkan muntahan material mencapai volume 100juta meter kubik.  
Proses evakuasi pada saat terjadinya bencana letusan Merapi, dilakukan dengan menempatkan korban ke tempat yang aman dari titik rawan bencana. Tempat pengungsian tidak hanya terdiri dari barak-barak darurat sementara, namun adapula rumah-rumah penduduk yang sukarela menjadikan rumahnya sebagai tempat pengungsian. Posko-posko penanganan bencana pun didirikan, untuk penggalangan bantuan logistik dari sukarelawan maupun instansi-instansi lain. Tak dipungkiri memang, minimnya fasilitas dan sarana pascabencana. Mengingat jumlah pengungsi berbanding terbalik dengan jumlah fasilitas yang masih utuh. Kamar mandi, dapur dan tempat untuk tidur darurat menjadi hal yang sangat penting agar kebutuhan tiap pengungsi terpenuhi. Donasi dari tiap instansi pun mulai berdatangan baik itu dalam bentuk uang, beras dan makanan serta pakaian bekas. Bantuan bahan pangan terdiri dari bahan makanan instan maupun siap saji lainnya yang dikemas dalam plastik ataupun kalengan. Pengelolaan bantuan hingga layak dikonsumsi dilakukan secara gotong royong oleh pengungsi terutama kaum wanita. Kaum pria difokuskan untuk mencari bantuan logistik dan pembangunan sarana MCK darurat. Minimnya fasilitas yang ada memungkinkan para pengungsi tidak memperhatikan aspek-aspek sanitasi untuk kesehatan mereka sendiri. Pada umumnya untuk persoalan bencana, aspek sanitasi menjadi poin kesekian bagi pengungsi, mengingat pemenuhan kebutuhan pun sudah sangat susah diperoleh karena hanya mengharapkan bantuan logistik. Apalagi jika pengelolaan makanan hingga layak dikonsumsi oleh banyak orang, faktor higienitas mungkin tidak terlalu penting untuk  diperhatikan. Belum lagi beberapa MCK yang tidak jelas aliran pembuangannya serta tempat-tempat pembuangan sampah rumah tangga hasil pengelolaan makanan. Jika diperhatikan, faktor sanitasi yang buruk jugalah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit-penyakit bagi para pengungsi. Sanitasi yang buruk dan tingkat kehigienisan makanan yang tidak diperhatikan. Belum lagi jumlah pengungsi yang begitu padat menempati satu areal tertentu yang saling berdesak-desakan memungkinkan penularan macam-macam penyakit yang begitu cepat. Perlu diperhitungkan juga persoalan plastik sebagai kemasan makanan maupun sebagai wadah tempat makanan ataupun barang-barang lainnya. Banyaknya bantuan logistik berkemasan plastik bisa saja menyebabkan lingkungan penuh dengan sampah yang sulit diuraikan.  Begitu banyak poin penting yang semestinya diperhatikan ketika pascabencana. Bukan hanya persoalan relokasi untuk tempat tinggal pengungsi selanjutnya, namun aspek-aspek sanitasi untuk peningkatan mutu kehidupan masyarakat pengungsi. Faktor minimnya sarana dan prasarana memang mempengaruhi tingkatan  pemenuhan kebutuhan pengungsi, namun tidak menjadi alasan untuk tidak memperhatikan aspek-aspek sanitasi kesehatan masyarakat.
Tidak ada seorangpun yang menginginkan bencana ini terjadi, sanitasi kesehatan  yang buruk bukan pillihan, namun satu-satunya hal yang diberikan sehingga pengungsi tidak dapat memilih hal lain selain hal itu. Masing-masing manusia punya hak untuk hidup lebih baik, namun mengapa tidak ada yang bisa memberikan beberapa pilihan yang lebih baik? Bukankah donasi dari berbagai kalangan sungguh banyak?
Para pengungsi tidak hanya mereka yang berasal dari golongan masyarakat ground level, tetapi juga masyarakat menengah ke atas. Suatu hal yang ironis terjadi antara dua golongan masyarakat tersebut. Bagi masyarakat menengah ke atas, mereka lebih memilih untuk “mengungsi” ke hotel-hotel dan penginapan, di mana sanitasi dan kesehatan makanannya tak perlu dipertanyakan lagi. Sedangkan para pengungsi dari masyarakat golongan ground level seolah tak diberi pilihan untuk makanan dan minumannya, dalam hal ini higienitasnya. Penyediaan makanan yang ala kadarnya, bahkan terkesan seadanya tanpa memperhatikan kesehatan dan higienitas makanan tersebut. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan aspek-aspek sanitasi kesehatan dan kehigienisan makanan pascabencana. Banyaknya donasi dari berbagai kalangan memungkinkan pengungsi memiliki pilihan yang lebih baik untuk kehidupan mereka. Bukankah tiap-tiap manusia memiliki hak untuk hidup yang lebih baik? Disinilah peranan pemerintah sangat diperlukan. Misalnya Jika bencana hanya dijadikan alasan untuk meminimkan bahkan meniadakan untuk pilihan yang lebih baik, buat apa hati nurani ciptaanNya ada di diri kita masing-masing.