Kamis, 02 Desember 2010

Penggalan cerita Si Pejuang di Masa Muda

Pada umur belasan tahun (1940-1950) sekitar masa penjajahan Jepang dan masa Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia terhadap serangan Belanda, Prof. Haryono  Semangun mulai banyak berada di luar rumah yakni, Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini membuat Prof. Haryono tahu banyak tentang konflik-konflik yang terjadi saat-saat itu. Pada saat itu banyak rakyat yang mengalami busung lapar karena kekurangan bahan pangan. Bukan hanya bahan pangan saja yang berkekurangan, tetapi bahan pakaian juga sukar diperoleh. Banyak orang yang sama sekali tidak mempunyai pakaian terpaksa memakai pakaian dari goni.
Kepemimpinan Jepang saat itu sangat keras sehingga banyak pekerja laki-laki yang dijadikan romusha dan perempuan dikirimkan ke medan perang sebagai penghibur. Terlepas dari kejelekan-kejelekan itu secara meluas, Jepang mengajarkan semangat, disiplin, kemiliteran, baris-berbaris, cinta tanah air dan kerja sama. Pelatihan-pelatihan ini terbukti sangat berguna waktu Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Saat itu Prof. Haryono berumur 15 tahun dan masih menempuh pendidikan di bangku SMP 1 Yogykarta.
Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi Pertempuran Kotabaru dimana dalam pertempuran ini 3 orang teman Prof. Haryono gugur dalam pertempuran. Tahun 1946 awal, para pelajar membentuk Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), yang lalu diubah menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Prof. Haryono dan beberapa orang temannya membentuk IPPI Cabang Prambanan yang meliputi daerah Sleman timur dan Klaten barat. Tahun 1947 terjadi agresi militer I sehingga Prof. Haryono dan banyak temannya sebagai staf Gubernur Militer (GM) Yogyakarta, di-detasir selama sebulan ke Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo. Selama belajar di SMA Peralihan di Solo pada tanggal 13 September 1948, terjadi pemberontakan PKI (Muso) di Solo dan Madiun.
Hari Minggu tanggal 19 Desember 1948, Belanda menyebu Kota Yogyakarta sebagai ibukota RI. Pada malam hari itu, IPPI cabang Prambanan membentuk Pasukan Gerilya Pelajar (PGP) Yogya-Timur. Untuk mempertahankan semangat belajar para anggota PGP, Prof. Hayono diberi tugas untuk mendirikan SMP Darurat di Panggil (Prambanan) dan Manisrenggo, dan SMA Darurat di Kalibulus (Kalasan).Satu peristiwa yang tidak pernah dilupakan Prof. Haryono dalam perjuangan ini adalah serangan Belanda terhadap pasar Manisrenggo. Serangan ini menyebabkan jatuhnya banyak korban yang sebagian besar perempuan. Pada waktu itu, Prof. Haryono dengan beberapa orang teman, diantaranya dua teman putrid berada di sebelah utara pasar. Seorang teman putri terkena tembakan pada kakinya.
Para anggota PGP banyak diajar mengenai pembuatan obat-obat tradisional dari tumbuhan. Pada masa pendudukan itu obat-obat tradisional sangat berguna. Prof. Haryono sangat tertarik mengenai hal ini, karena pada waktu kecil banyak dikenali obat-obat tradisional (yang sekarang disebut sebagai jamu) dari ibunya. Pengenalan tumbuhan ini kelak juga sangat berguna bagi Prof. Haryono untuk mempelajari taksonomi tumbuhan.
Setelah Yogya kembali, Prof. Haryono kembali diterima di klas IIIB SMA Bopkri Yogyakarta mulai bulan September 1949. Pada tahun 1950 Pemerintah menyelenggarakan 2 kali ujian akhir SMA, yaitu pada bulan Mei dan Agustus. Prof. Haryono mengikuti ujian akhir SMA bulan Mei 1950 dan berhasil lulus dengan nilai yang baik. Meskipun Prof. Haryono hanya belajar di SMA Bopkri selama 9 bulan, tetapi ternyata masa yang pendek ini sangat menentukan kehidupan saya seterusnya. Di sekolah ini, Prof. Haryono mengenal teman putrid, Sri Redjeki, yang beberapa tahun kemudian menjadi istri Prof. Haryono. 
Pada tahun 1949, semua kelaskaran pelajar dilebur ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI), disatukan dalam Brigade XVII. Prof. Haryono menerima Surat Tanda Demobilisasi sebagai TNI yang ditandatangani oleh Letkol Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden RI), yang berlaku mulai tanggal 31 Juli 1950. Setelah bekerja, oleh Pemerintah Prof. Haryono diberi masa bakti 2,5 tahun yang ditambahkan pada masa kerja kepegawaiannya. Demikian juga Prof. Haryono dianugerahi gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan RI dengan masa bakti 2 tahun 5 bulan.


Hasil resume dari Soli Deo Gloria
Golden Speech Prof. Dr. Ir Haryono Semangun
20 September 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar